Informasi Terbaru - Pemberi pinjaman milik negara Bank Negara Indonesia (BNI) berencana mengakuisisi beberapa bank kecil dan perusahaan asuransi umum untuk memperkuat bisnisnya tahun ini.
Wakil presiden direktur BNI, Herry Sidharta mengatakan negosiasi sedang dilakukan untuk akuisisi yang direncanakan, yang dapat membutuhkan modal hingga Rp4 triliun (US $ 282,66 juta).
"Kami masih mengevaluasi calon bank untuk akuisisi apakah mereka sejalan dengan bisnis inti BNI," kata Herry pada hari Rabu saat konferensi pers di kantor pusat BNI.
Mengakuisisi perusahaan asuransi umum dimaksudkan untuk memperkuat anak perusahaan asuransi BNI, Asuransi Jiwasraya, yang menyediakan polis asuransi jiwa, kesehatan dan pendidikan.
BNI Life tampil di bawah ekspektasi tahun lalu karena kinerja operasional yang buruk dan hasil investasi yang tidak signifikan dari pasar modal, kata Herry.
Tahun lalu adalah tahun yang sulit bagi Jakarta Composite Index (JCI) karena meningkatnya tekanan eksternal seperti perang perdagangan AS-Cina. IHSG berakhir pada 2018 di zona merah, jatuh secara keseluruhan 2,54 persen.
Selain rencana akuisisi, BNI juga mempertimbangkan pendirian anak perusahaan baru yang akan bergerak di bidang modal ventura dan sektor teknologi keuangan (fintech).
Pemberi pinjaman memiliki empat anak perusahaan selain BNI Life - BNI Syariah, BNI Securities, BNI Multifinance dan BNI Asset Management - yang bersama-sama berkontribusi 9,24 persen terhadap laba konsolidasi pada tahun 2018.
BNI membukukan laba bersih Rp 15,02 triliun tahun lalu, kenaikan 10,3 persen tahun-ke-tahun (yoy) yang dikaitkan dengan peningkatan pendapatan bunga bersih yang stabil, pertumbuhan kredit yang lebih kuat, dan peningkatan efisiensi dan kualitas aset.
Laba bersih 2018 BNI didukung oleh pendapatan bunga bersih, yang mencatat kenaikan 11 persen yoy menjadi Rp 35,45 triliun. Laba bersihnya juga meningkat karena pertumbuhan pendapatan non-bunga 5,2 persen menjadi Rp 11,61 triliun.
Peningkatan kualitas aset BNI juga berkontribusi terhadap peningkatan laba bersih, seperti terlihat pada penurunan rasio kredit macet (NPL) dari 2,3 persen menjadi 1,9 persen pada akhir 2018.
Namun, pertumbuhan laba bersih BNI melambat tahun lalu dibandingkan dengan 2017, ketika laba bersih tumbuh 20,10 persen.
Namun demikian, pemberi pinjaman mencatat peningkatan efisiensi operasional tahun lalu, sebagaimana tercermin dalam rasio biaya terhadap pendapatan (CIR) yang menurun dari 43,9 persen pada Desember 2017 menjadi 42,5 persen pada Desember 2018.
Total pinjaman BNI meningkat 16,2 persen dari Rp 441 triliun pada 2017 menjadi Rp 512 triliun pada 2018, terutama didorong oleh penyaluran kredit kepada badan usaha milik negara dan perusahaan swasta.
Sementara itu, total asetnya melampaui angka Rp 800 triliun untuk pertama kalinya pada tahun 2018, tumbuh 14 persen mencapai Rp808,6 triliun pada Desember.
Direktur keuangan Anggoro Eko Cahyo mengatakan BNI akan mendorong pertumbuhan kredit konsumen, termasuk pinjaman gaji, pinjaman perumahan dan langganan kartu kredit untuk mempertahankan pertumbuhan tinggi dalam total pinjaman tahun ini.